Antara Syahadat dan Bersyahadat

Antara Syahadat dan Bersyahadat

WAKTU Yang diminta oleh Saridin untuk
mempersiapkan diri telah dipenuhi dan kini ia
harus membuktikan diri. Semua Santri, tentu
saja juga Sunan Kudus, berkumpul dihalaman
Masjid
DALAM Hati para Santri sebenarnya Saridin
setengah diremehkan. Tapi setengah yang
lain memendam Kekhawatiran dan rasa
Penasaran jangan jangan Saridin ternyata
memang Hebat
SEBENARNYA Soalnya disekitar Suara,
Kefasihan dan Kemampuan berlagu. Kaum
santri berlomba lomba melaksanakan anjuran
Allah, Zayyinul Qur'an ana biashwatikum
(Hiasilah Qur'an dengan suaramu)
MEMBACA Syahadat pun mesti seindah
mungkin
DI PESANTREN Sunan Kudus, hal ini termasuk
diprioritaskan. Soalnya, ini manusia Jawa
Tengah : Lidah Mereka Jawa medhok dan
susah dibongkar. Kalau Orang Jawa Timur
lebih luwes. Terutama orang Madura atau
Bugis, kalau menyesuaikan diri dengan lafal
Qur'an, lidah Mereka lincah banget
LHA, Siapa tahu Saridin ini malah melagukan
Syahadat dengan laras slendro atau pelog
Jawa
TAPI Semuanya kemudian ternyata
berlangsung diluar dugaan semua yang hadir.
Tentu saja kecuali Sunan Kudus, yang
menyaksikan semua kejadian dengan senyum
senyum ditahan
KETIKA Tiba saatnya Saridin harus menjalani
tes baca Syahadat, ia berdiri tegap.
Berkonsentrasi. Tangannya bersedekap di
depan dada. Matanya menatap ke depan. Ia
menarik napas sangat panjang beberapa kali.
Bibirnya umik-umik (komat kamit) entah
membaca aji aji apa atau itu mungkin latihan
terakhir baca Syahadat
KEMUDIAN Semua Santri terhenyak. Saridin
melepas kedua tangannya. Mendadak ia
berlari kencang. Menuju salah satu pohon
kelapa dan ia pilih yang paling tinggi. Ia
meloncat. Memanjat keatas dengan cepat,
dengan kedua tangan dan kedua kakinya,
tanpa perut atau dadanya menyentuh batang
kelapa
PARA Santri masih terkesima sampai ketika
akhirnya Saridin tiba dibawah blarak-blarak
(daun kelapa kering) dipuncak batang kelapa.
Ia menyibak lebih naik lagi. Melewati
gerumbulan bebuahan. Ia terus naik dan
menginjakkan kaki ditempat teratas
KEMUDIAN Tak disangka sangka Saridin
berteriak dan melompat tinggi melampaui
pucuk kelapa, kemudian badannya terjatuh
sangat cepat ke Bumi
SEMUA Yang hadir berteriak. Banyak diantara
Mereka yang memalingkan muka atau
setidaknya menutupi wajah Mereka dengan
kedua telapak tangan
BADAN Saridin menimpa Bumi. Ia terkapar.
Tapi anehnya tidak ada bunyi gemuruduk
sebagaimana seharusnya benda padat
sebesar itu menimpa tanah. Sebagian santri
spontan berlari menghampiri badan Saridin
yang tergeletak. Mencoba menolongnya. Tapi
ternyata itu tidak perlu
SARIDIN Membuka matanya. Wajahnya tetap
kosong seperti tidak ada apa apa dan
akhirnya ia bangkit berdiri. Berjalan pelan
pelan ke arah Sunan Kudus. Membungkuk
dihadapan Beliau. Takzim dan mengucapkan
"SAMI'NA Wa atha'na.. (Aku telah
mendengarkan dan aku telah mematuhi)
GEMPARLAH Seluruh Pesantren. Bahkan para
Penduduk disekitar datang berduyun duyun.
Berkumpul dalam ketidakmengertian dan
kekaguman. Mereka saling bertanya dan
bergumam satu sama lain, namun tidak
menghasilkan pengertian apa pun
AKHIRNYA Sunan Kudus masuk Masjid dan
mengumpulkan seluruh Santri, termasuk para
Penduduk yang datang, untuk berkumpul.
Saridin didudukkan disisi Sunan. Saridin tidak
menunjukkan gelagat apa apa. Ia datar datar
saja
"APAKAH Sukar bagi Kalian memahami hal
ini..?
Sunan Kudus membuka pembicaraan sambil
tetap tersenyum
"SARIDIN Telah Bersyahadat. Ia bukan
membaca Syahadat, melainkan Bersyahadat
KALAU Membaca Syahadat, bisa dilakukan oleh
bayi umur satu setengah tahun
TAPI Bersyahadat hanya bisa dilakukan oleh
Manusia Dewasa yang matang dan siap
menjadi pejuang dari nilai nilai yang
diikrarkannya
PARA Santri mulai sedikit ngeh, tapi belum
sadar benar.
"MEMBACA Syahadat adalah Mengatur dan
Mengendalikan lidah untuk mengeluarkan
suara dan sejumlah kata kata
BERSYAHADAT Adalah Keberanian
Membuktikan bahwa ia benar benar meyakini
apa yang disyahadatkannya
DAN Saridin memilih satu jenis Keberanian
untuk Mati demi menunjukkan Keyakinannya,
yaitu menjatuhkan diri dari puncak pohon
kelapa
DIHADAPAN Para Santri, Sunan Kudus
kemudian mewawancarai Saridin
"KATA MU Tidak takut Badanmu hancur, sakit
parah atau mati karena Perbuatanmu itu..?
"TAKUT Sekali, Sunan..
"KENAPA Kamu melakukannya..?
"KARENA Syahadat adalah Mempersembahkan
seluruh Diri dan hidupku
"KAMU Tidak menggunakan Otakmu bahwa
dengan menjatuhkan Diri dari puncak pohon
kelapa itu Kamu bisa Cacat atau Meninggal..?
"AKU Tahu persis itu, Sunan..
"KENAPA Kau langgar Akal sehatmu..?
"KARENA Aku patuh kepada Akal sehat yang
lebih tinggi. Yakni bahwa Aku mati atau tetap
hidup itu semata mata karena Allah
menghendaki demikian, bukan karena Aku
jatuh dari pohon kelapa atau karena Aku
sedang tidur
KALAU Allah menghendaki Aku mati, sekarang
ini pun tanpa sebab apa apa yang nalar, Aku
bisa mendadak mati
"BAGAIMAN Kalau sekarang Aku beri Kau
minum jamu air gamping yang panas dan
membakar tenggorakan dan perutmu..?
"AKU Akan meminumnya demi Kepatuhanku
kepada Guru yang Aku percaya. Tapi kalau
kemudian Aku mati, itu bukan karena air
gamping, melainkan karena Allah memang
menghendaki Aku mati
SUNAN Kudus melanjutkan
"BAGAIMANA Kalau Aku mengatakan bahwa
tindakan yang kau pilih itu memang tidak
membahayakan dirimu, Insya Allah, tetapi bisa
membahayakan Orang lain..?
"MAKSUD Sunan..?
"BAGAIMANA Kalau karena kagum kepadamu
lantas kelak banyak santri menirumu dengan
melakukan tarekat terjun bebas semacam
yang kau lakukan..?
"KALAU Itu terjadi, yang membahayakan
bukanlah Aku, Sunan.. Melainkan Kebodohan
para Peniru itu sendiri. Jawab Saridin
"SETIAP Manusia memiliki latar belakang,
sejarah, kondisi, situasi, irama dan
metabolismenya sendiri sendiri. Maka Tuhan
melarang taqlid, peniruan yang buta
SETIAP Orang harus mandiri untuk
memperhitungkan kalkulasi antara kondisi
badannya dengan mentalnya, dengan
keyaknannya, dengan tempat ia berpijak serta
dengan berbagai kemungkinan Sunatullah
atau hukum alam permanen.
Kadal jangan meniru Kodok, Gajah jangan
memperkembangkan diri seperti Ular dan
Ikan tak usah ikut balapan Kuda
"ORANG Memang tak akan menyebutmu
Kadal, Kuda atau Kodok, melainkan Bunglon.
Apa katamu..?
"KALAU Syarat untuk terhindar dari mati atau
kelaparan bagi Mereka adalah dengan
menyebutku Bunglon, Aku mengikhlaskannya
BAHKAN Kalau Allah memang
memerintahkanku agar menjadi Bunglon, Aku
rela. Sebab diriku bukanlah Bunglon, Diriku
adalah Kepatuhanku kepada 'Nya
OLEH : Ehma Ainun Najib



No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

Back To Top