Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorangaseor laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makans saja seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi
nasinyan untukku Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata, "Makanlahn ak, aku masih kenyang!"
1. Kebohongan Ibu yang Pertama
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan
waktu senggangnya
untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan
hasil pancingannya, ia
bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhanku. Sepulang
memancing, ibu
memasak sup ikan yang segar dan mengundang
selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu
duduk disampingku dan memakan sisa daging
ikan yang masih menempel di tulang yang
merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku
makan.
Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh,
lalu menggunakan sumpit, aku berikan sedikit
bagianku dan memberikannya kepada ibu.
Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia
berkata, "Makanlah nak, aku tidak suka makan
ikan!"
2. Kebohongan Ibu yang Kedua
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi
membiayai sekolah ku dan kakak, ibu pergi ke
koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek
api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu
membuahkan sedikit uang untuk menutupi
kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku
bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih
bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya
melanjutkan pekerjaannya menempel kotak
korek api. Aku berkata, "Ibu, tidurlah, sudah
malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu
tersenyum dan berkata, "Kamu tidurlah duluan,
aku belum mengantuk."
3. Kebohongan Ibu yang Ketiga
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya
dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari
sudah siang, terik matahari mulai menyinari,
ibu yang tegar dan gigih menungguku selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi,
menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan
segera menyambutku dan menuangkan teh
yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin
untukku. Melihat Ibu yang dibanjiri peluh, aku
segera memberikan gelasku untuk Ibu sambil
menyuruhnya minum. Namun Ibu menjawab,
"Minumlah nak, aku tidak haus!"
4. Kebohongan Ibu yang Keempat
Setelah kepergian Ayah karena sakit, Ibu yang
malang harus merangkap sebagai Ayah dan
Ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia
yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan
hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa
penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang
semakin parah, ada seorang paman yang baik
hati yang tinggal di dekat rumahku pun
membantu ibuku baik masalah besar maupun
masalah kecil.
Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat
kehidupan kita yang begitu sengsara,
seringkali menasehati Ibuku untuk menikah lagi.
Tetapi Ibu yang memang keras kepala tidak
mengindahkan nasehat mereka, Ibu berkata,
"Saya lebih senang sendiri bersama kalian
anak-anakku."
5. Kebohongan Ibu yang Kelima
Setelah aku sudah tamat dari sekolah dan
bekerja, Ibu yang sudah tua sudah waktunya
pensiun. Tetapi Ibu tidak mau, ia rela untuk
pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit
sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kakak ku yang bekerja di luar kota sering
mengirimkan sedikit uang untuk membantu
memenuhi kebutuhan Ibu, tetapi Ibu bersikukuh
tidak mau menerima uang tersebut. Malahan
mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata,
"Terima kasih Nak, Ibu masih punya duit."
6. Kebohongan Ibu yang Keenam
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi
ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master
di sebuah universitas ternama di Amerika
berkat sebuah beasiswa dari sebuah
perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di
perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan
tinggi, aku bermaksud membawa Ibuku untuk
menikmati hidup di Amerika. Tetapi Ibu yang
baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan
anaknya, ia berkata kepadaku, "Aku lebih suka
disini."
7. Kebohongan Ibu yang Ketujuh
Setelah memasuki usianya yang tua, Ibu
terkena penyakit kanker, harus dirawat di
rumah sakit, aku yang berada jauh di
seberang Samudera Atlantik langsung segera
pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku
melihat Ibu yang terbaring lemah di
ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang
keliatan sangat tua, menatap aku dengan
penuh kerinduan. Walaupun senyum yang
tersebar di wajahnya terkesan agak kaku
karena sakit yang ditahannya.
Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu
menjamahi tubuhnya sehingga Ibuku terlihat
lemah dan kurus kering. Aku menatap Ibuku
sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit
sekali melihat Ibuku dalam kondisi seperti ini.
Tetapi Ibu dengan tegarnya berkata, "Jangan
menangis anakku, Aku tidak kesakitan."
8. Kebohongan Ibu yang Terakhir
Setelah mengucapkan kebohongannya yang
terakhir, Ibuku tercinta menutup matanya
untuk yang terakhir kalinya.
Coba pikirkan lagi, sudah berapa lamakah kita
tidak menelepon Ayah dan Ibu kita? Berapa
lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita
untuk berbincang dengan Ayah Ibu kita? Di
tengah-tengah aktivitas yang padat ini, kita
selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan Ayah Ibu kita yang kesepian. Kita
selalu lupa akan Ayah dan Ibu yang ada di
rumah.
Jika dibandingkan dengan kekasih kita, kita
pasti lebih peduli dengan kekasih kita. Buktinya,
kita selalu cemas akan kabar kekasih kita,
cemas apakah dia sudah makan atau belum.
Namun, apakah kita semua pernah
mencemaskan kabar dari kedua orang tua
kita? Cemas apakah mereka sudah makan atau
belum? Cemas apakah mereka sudah bahagia
atau belum?
Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita
renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih
mempunyai kesempatan untuk membalas budi
Ayah dan Ibu kita, lakukanlah yang terbaik.
Jangan sampai ada kata menyesal di kemudian
hari.
No comments:
Post a Comment