Malam Tahun Baru 2014 diyakini
sebagian masyarakat sebagai hari penuh mitos.
Sebab, perayaan tahun baru kali ini, jatuh pada
malam 'Rebo Wekasan' yaitu hari Rabu terakhir
di bulan Shafar. Lantas kenapa dengan hari itu?
Dan apa pula hubungannya dengan bulan Shafar
di malam tahun baru?
Rebo dalam bahasa Jawa adalah hari Rabu,
sedangkan Wekasan adalah pungkasan atau
terakhir, sehingga dinamai Rabo Wekasan dalam
istilah Jawa. Sedangkan bulan Shafar adalah
bulan kedua dalam penanggalan hijriyah Islam.
Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa
Arab, sering mengatakan bulan Shafar adalah
bulan Tasa'um atau kesialan. Anggapan ini masih
diyakini sebagian umat muslim hingga saat ini,
termasuk sebagian bangsa Indonesia, khususnya
masyarakat Jawa.
Apa makna dari Rebo Wekasan itu? Salah satu
tokoh masyarakat di daerah Waru, Sidoarjo,
Jawa Timur, H Umar Efendi mengatakan, hanya
golongan orang-orang sufi yang mengerti makna
ini.
Mereka (kaum sufi) dan masyarakat Jawa kuno,
kata dia, serta sebagian kaum muslimin meyakini
setiap tahun akan turun 320.000 bala, musibah,
ataupun bencana (dalam referensi lain 360.000
malapetaka dan 20.000 bahaya), dan itu akan
terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar.
"Sehingga dalam upaya tolak balak itu,
diadakanlah ritual-ritual tertentu di malam Rabo
Wekasan. Di antara ritual tersebut adalah
dengan mengerjakan salat empat rakaat, yang
diistilahkan dengan salat sunnah lidaf’il bala’
yaitu salat sunnah untuk menolak balak," terang
alumnus Pondok Pesantren Rejoso, Jombang
tersebut.
Kakek dengan tujuh cucu ini menjelaskan, salat
sunnah lidaf’il bala’ ini dikerjakan pada waktu
duha atau setelah salat Isyraq (setelah terbit
matahari) dengan satu kali salam.
"Pada setiap rakaatnya, membaca Surat Al-
Fatihah kemudian Surat Al-Kautsar 17 kali,
Surat Al-Ikhlas 50 kali (dalam referensi lain 5
kali), Al-Mu’awwidzatain (Surat Al-Falaq dan
surat An-Nas) masing-masing satu kali."
Ketika salam, dia melanjutkan, membaca ayat
ke-21 dari Surat Yusuf sebanyak 360 kali, yang
artinya: Dan Allah berkuasa terhadap urusan-
Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahuinya.
"Kemudian ditambah dengan Jauharatul Kamal
tiga kali dan ditutup dengan bacaan Surat Ash-
Shaffat ayat 180-182," katanya.
Namun, masih menurut H Umar, mengenai
amalan-amalan tadi, mengutip KH Abdul Kholik
Mustaqim, pengasuh Pesantren Al-Wardiyah
Tambakberas, Jombang, para ulama yang
menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo
Wekasan itu, berpendapat tidak ada nash hadits
khusus untuk akhir Rabu bulan Shafar, yang ada
hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan,
setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan
adalah hari nahas atau sial yang terus menerus,
dan hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan
kepercayaan.
"Itu dulu, kata Kiai Mustaqim begitu. Dan yang
kedua, kata Kiai Mustaqim, tidak ada anjuran
ibadah khusus dari syarak. Ada anjuran dari
sebagian ulama tasawwuf, namun landasannya
belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i,"
kata dia mengutip kalimat Kiai Mustaqim.
"Ketiga, tidak boleh, kecuali hanya sebatas
Salat Hajat Lidaf’ilbala’almakhuf ( untuk
menolak balak yang dihawatirkan) atau Nafilah
Mutlaqoh (salat sunah mutlak) sebagaimana
diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya
adalah agar kita
bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala," kutipnya lagi.
H Umar kembali mengutib pandangan kiai yang
lain soal mitos Rebo Wekasan. Kali ini dia
mengutip pandangan Rais Syuriah PWNU Jawa
Timur, KH Miftakhul Akhyar tentang hadits
kesialan terus menerus pada Rebo Wekasan.
"Kiai Miftah pernah juga mengatakan, nahas
yang dimaksud Rebo Wekasan itu adalah bagi
mereka yang meyakininya, bagi yang
mempercayainya, tetapi bagi orang-orang yang
beriman meyakini bahwa setiap waktu, hari,
bulan, tahun ada manfaat dan ada mafsadah,
ada guna dan ada madharatnya. Hari bisa
bermanfaat bagi seseorang, tetapi juga bisa
nahas bagi orang lain," kutibnya pada wejangan
Kiai Miftah.
Artinya, hadits yang dimaksud Kiai Miftah dalam
kalimat yang dikutip H Umar itu, menyarankan
agar jangan tidak menganggap itu semua sebagai
suatu pedoman, setiap Rabu akhir bulan adalah
hari nahas yang harus kita hindari.
"Karena ternyata pada hari itu, ada juga yang
beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita
berikhtiar meyakini, semua itu adalah anugerah
Allah. Dan kita kembalikan lagi semua persoalan
kepada yang goib, yaitu Allah," kata dia
memberi wejangan.
Meski begitu, karena aura mitos Rebo Wekasan
ini sangat kuat bagi sebagain masyarakat Jawa
dan sebagian umat muslim, H Umar
memprediksi, pada malam Tahun Baru 2014 lusa,
akan banyak orang-orang menjalani ritual
keagamaan daripada berhura-hura.
"Kemungkinan tetap, mayoritas anak muda yang
kurang paham bahkan mungkin meninggalkan
mitos Rebo Wekasan saja yang akan meramaikan
malam Tahun Baru dengan hura-hura. Sebab
mereka hidup di zaman modern. Sedangkan kaum
tua, atau golongan masyarakat yang menyakini
Rebo Wekasan adalah hari kesialan, akan
melakukan ritual, sebagian lagi ada yang
berpuasa tiga hari, dimulai hari Senin besok
sampai Rabu," pungkas dia memprediksi.
sumber: merdeka.com
No comments:
Post a Comment