"Dunia ku tak seindah impian masa kecilku", isi hatiku yang
paling dalam. Indonesia adalah tanah air yang indah dan terkaya
akan alamnya. Namun mengapa kemiskinan selalu mengelilingi
hidup anak indonesia? Akankah selamanya seperti ini?.
Setiap kelahiran anak indonesia akankah selalu di bebani dengan
nominal hutang negara? Anak - anak itu yang terlahir selalu di
iming - imingi impian fantastik oleh orang tuanya dan saat ia
besar di bebani bahwa dia harus mampu mendapatkan uang
sendiri, dan itu yang selama ini disebut dengan sikap dewasa
anak.
Dewasa bukan berarti kita dapat memperoleh rupiah atau
memecahkan masalah namun menimbulkan masalah lain.
Dewasa adalah naluri seseorang dalam menyikapi sesuatu dan
di implementasikan dengan tindakan yang rasional maupun
irrasional yang dapat memberikan perubahan nyata yang ideal
dan lebih baik untuk sekitar, semua dan dirinya sendiri.
Aku sendiri belum layak untuk dikatakan dewasa, karena sikapku
dan pemikiranku belum berbuah manis dalam segala hal.
Namun aku yakin kepada Alloh SWT. yang akan selalu memberi
kemudahan dalam jalan menuju ridhoNya.
Kini saatnya kita mulai berfikir antara logika dan imposible.
Pernahkah dibenak kita terlintas " akankah dunia dikuasai oleh
dolar? ". Ini yang sesungguhnya sedang aku fikirkan. Dalam
negara kita tak banyak anak yang putus sekolah, putus sekolah
disini bukan di tingkat SD, SMP atau SMA. Tetapi mereka yang
ingin lanjut ke jenjang pendidikan tinggi selalu dipersulit oleh
nominal rupiah yang mengharuskan mereka putus atau cuti
atau bahkan dinyatakan non aktif dan di out. Ya , memang
kewajiban mereka untuk mengeluarkan rupiah atas jasa dan
ilmu yang mereka dapat. Itu sangat wajib dan harus wajib.
Sekarang kita lihat untuk lapangan pekerjaan yang ada, semua
lapangan pekerjaan menuntut ijasah agar dapat bekerja. Dan kini
tak sedikit yang memiliki ijasah karena sudah ada program
wajib belajar sembilan tahun. Dan itu kini masih berlaku.
Pernahkah kita memutar fikiran? Apakah ijasah SMP atau SMA di
tahun mendatang berlaku untuk lapangan pekerjaan yang
tersedia? Akankah ada pemutihan besar - besaran ketika semua
lapangan menginginkan minimal ijasah D3 dari semua jurusan?
Akankah mereka yang terdahulu menjadi tukang sapu lapangan
yang tersedia? Bagaimana anak, istri dan keluarga mereka yang
hanya bekerja sebagai buruh? Apakah yang kaya tetap kaya dan
yang miskin tetap sengsara? Haruskah demikian? Lalu apa yang
harus dilakukan generasi kita selanjutnya? Apakah mereka akan
meneruskan hal demikian?
Sedagkan generasi kita telah merusak otak dan sel - sel dalam
tubuhnya dengan miras dan drug. Tak heran pemerintah
mengeluarkan uang bermilyar - milyar untuk menyelamatkan
generasi kita. Namun tak banyak pula yang memanfaatkan hal
demikian. Bahkan dapat terjadi memakan bangkai sodara
dengan berombongan.
Aku kini mulai berfikir, jika semua generasi mengidap HIV/AIDS
apa yang akan terjadi? Dan jika semua generasi musnah dalam
beberapa tahun kemudian dan yang hanya tersisa usia lansia
yang tak bertenaga serta tak bereproduksi lagi, apa yang akan
terjadi pada negeri kita ini?.
Bahkan kematian satu anak pun dianggap kejadian luar biasa,
namun anak yang berhasil dari kematian tak mendapatkan
fasilitas yang layak, apakah dengan demikian dapat di bilang
kesejahteraan? Sebenarnya kesejahteraan itu untuk siapa, dari
siapa dan oleh siapa? Ini yang membuat banyak pertanyaan
mengapa, apakah, bagaimana, siapa, berapa dan untuk apa?
Aku berfikir akankah selalu suara yang datang dan dianggap
menghina lalu difonis? Ya itulah punishman yang diberikan
kepada semua yang melanggar. Tapi pernahkah berfikir kenapa
ia melakukan hal itu dan apakah tujuan baiknya dilakukan hal itu?
Ya mungkin ya, namun aturan tetaplah aturan. Dan selalu ada
aturan dan punishman.
Lihat kenyataan yang ada, aku buta dan tak tahu bagaimana
pemerintahan berjalan. Aku tak tahu bagaimana cara mereka
mensejahterhkan aku. Aku tak mendengar kapan
kesejahteraan itu ada pada diriku dan semua. Aku juga tak
mengerti, tentang kebodohanku yang berbicara tanpa alur tetapi
akau tahu aku berbicara pada diriki dan naluriku " mengapa aku
begini? Mengapa tak ada jalan untuk membuka mata mereka.
Apakah harus ku berteriak di atas gunung berapi yang berpijar?
Agar suaraku tak terdengar dan jasadku kan jadi abu? Apakah
harus sia - sia usaku?".
Semoga apa yang aku utarakan dapat menerobos pintu hati dan
memberi jalan keluar untuk semua. Inilah hutan rimba yang
harus kulalui walau nyawa kan berhenti.
paling dalam. Indonesia adalah tanah air yang indah dan terkaya
akan alamnya. Namun mengapa kemiskinan selalu mengelilingi
hidup anak indonesia? Akankah selamanya seperti ini?.
Setiap kelahiran anak indonesia akankah selalu di bebani dengan
nominal hutang negara? Anak - anak itu yang terlahir selalu di
iming - imingi impian fantastik oleh orang tuanya dan saat ia
besar di bebani bahwa dia harus mampu mendapatkan uang
sendiri, dan itu yang selama ini disebut dengan sikap dewasa
anak.
Dewasa bukan berarti kita dapat memperoleh rupiah atau
memecahkan masalah namun menimbulkan masalah lain.
Dewasa adalah naluri seseorang dalam menyikapi sesuatu dan
di implementasikan dengan tindakan yang rasional maupun
irrasional yang dapat memberikan perubahan nyata yang ideal
dan lebih baik untuk sekitar, semua dan dirinya sendiri.
Aku sendiri belum layak untuk dikatakan dewasa, karena sikapku
dan pemikiranku belum berbuah manis dalam segala hal.
Namun aku yakin kepada Alloh SWT. yang akan selalu memberi
kemudahan dalam jalan menuju ridhoNya.
Kini saatnya kita mulai berfikir antara logika dan imposible.
Pernahkah dibenak kita terlintas " akankah dunia dikuasai oleh
dolar? ". Ini yang sesungguhnya sedang aku fikirkan. Dalam
negara kita tak banyak anak yang putus sekolah, putus sekolah
disini bukan di tingkat SD, SMP atau SMA. Tetapi mereka yang
ingin lanjut ke jenjang pendidikan tinggi selalu dipersulit oleh
nominal rupiah yang mengharuskan mereka putus atau cuti
atau bahkan dinyatakan non aktif dan di out. Ya , memang
kewajiban mereka untuk mengeluarkan rupiah atas jasa dan
ilmu yang mereka dapat. Itu sangat wajib dan harus wajib.
Sekarang kita lihat untuk lapangan pekerjaan yang ada, semua
lapangan pekerjaan menuntut ijasah agar dapat bekerja. Dan kini
tak sedikit yang memiliki ijasah karena sudah ada program
wajib belajar sembilan tahun. Dan itu kini masih berlaku.
Pernahkah kita memutar fikiran? Apakah ijasah SMP atau SMA di
tahun mendatang berlaku untuk lapangan pekerjaan yang
tersedia? Akankah ada pemutihan besar - besaran ketika semua
lapangan menginginkan minimal ijasah D3 dari semua jurusan?
Akankah mereka yang terdahulu menjadi tukang sapu lapangan
yang tersedia? Bagaimana anak, istri dan keluarga mereka yang
hanya bekerja sebagai buruh? Apakah yang kaya tetap kaya dan
yang miskin tetap sengsara? Haruskah demikian? Lalu apa yang
harus dilakukan generasi kita selanjutnya? Apakah mereka akan
meneruskan hal demikian?
Sedagkan generasi kita telah merusak otak dan sel - sel dalam
tubuhnya dengan miras dan drug. Tak heran pemerintah
mengeluarkan uang bermilyar - milyar untuk menyelamatkan
generasi kita. Namun tak banyak pula yang memanfaatkan hal
demikian. Bahkan dapat terjadi memakan bangkai sodara
dengan berombongan.
Aku kini mulai berfikir, jika semua generasi mengidap HIV/AIDS
apa yang akan terjadi? Dan jika semua generasi musnah dalam
beberapa tahun kemudian dan yang hanya tersisa usia lansia
yang tak bertenaga serta tak bereproduksi lagi, apa yang akan
terjadi pada negeri kita ini?.
Bahkan kematian satu anak pun dianggap kejadian luar biasa,
namun anak yang berhasil dari kematian tak mendapatkan
fasilitas yang layak, apakah dengan demikian dapat di bilang
kesejahteraan? Sebenarnya kesejahteraan itu untuk siapa, dari
siapa dan oleh siapa? Ini yang membuat banyak pertanyaan
mengapa, apakah, bagaimana, siapa, berapa dan untuk apa?
Aku berfikir akankah selalu suara yang datang dan dianggap
menghina lalu difonis? Ya itulah punishman yang diberikan
kepada semua yang melanggar. Tapi pernahkah berfikir kenapa
ia melakukan hal itu dan apakah tujuan baiknya dilakukan hal itu?
Ya mungkin ya, namun aturan tetaplah aturan. Dan selalu ada
aturan dan punishman.
Lihat kenyataan yang ada, aku buta dan tak tahu bagaimana
pemerintahan berjalan. Aku tak tahu bagaimana cara mereka
mensejahterhkan aku. Aku tak mendengar kapan
kesejahteraan itu ada pada diriku dan semua. Aku juga tak
mengerti, tentang kebodohanku yang berbicara tanpa alur tetapi
akau tahu aku berbicara pada diriki dan naluriku " mengapa aku
begini? Mengapa tak ada jalan untuk membuka mata mereka.
Apakah harus ku berteriak di atas gunung berapi yang berpijar?
Agar suaraku tak terdengar dan jasadku kan jadi abu? Apakah
harus sia - sia usaku?".
Semoga apa yang aku utarakan dapat menerobos pintu hati dan
memberi jalan keluar untuk semua. Inilah hutan rimba yang
harus kulalui walau nyawa kan berhenti.