yang berpeluk debu. Lalu diberikan gitar itu padaku.
"Pa, lendi nemu gital, papa bica mainin gital?"
Aku tersenyum padanya, kubersihkan stang dan badan gitar dengan lap.
Ku stem gitar itu, ketika hendak kuberikan pada Rendi, dia bertanya
lagi padaku.
"Papa bica nyanyi lagu demi waktu yang kaya di mobil - mobil itu pa,
lendi pengen deh nyanyi di mobil telus lendi nanti bakal duit yang
banyak". Rendi begitu semangat.
Kupetik nada C awal dari sebuah lagu tersebut, pikiranku melayang ke
empat belas tahun yang lalu, waktu dimana kudapatkan gitar tersebut.
SATU
"Abduuuuuuu, kemana aja sih lo, katanya mau nemenin gue beli gitar"
Vina merajuk kepadaku
"Sorry, sorry Vin, sore ya, kan motor gue dipake bokap jualan, janji,
gue nanti sore bakal nemenin lo beli gitar di toko yang lo liat
kemaren" Aku menjelaskan, namun bel istirahat selesai memisahkan kami.
DUA
"Vinanya ada bu" Setelah ku ketok pintu rumah dan dibukakan pintu oleh
perempuan paruh baya
"Eh, nak Abdu, sini masuk, aneh ibu sama Vina du, dia itu perempuan
koq pengen beli gitar, pas ibu tanya katanya pengen kaya grup band
Kotak" Bu Mirna ibunya Vina menjelaskan.
Aku pun terdengar geli mendengar ibunya Vina cerita seperti itu.
"Ayo dong, bu, Vina berangkat dulu ya, tenang, sama Abdu koq pasti
aman dijalan" Vina pamit sambil menarik kerah bajuku.
TIGA
"Nih, bawain gitar gue, sebagai seorang temen, lo nanti ajarin gue
lagu Peterpan ya, yang judulnya 'mungkinkah' itu" Vina terlihat
seneng.
"Oke, nanti gue pinjemin ya Vin, abis lo gue ajarin gue juga mau
ngasah kemampuan gue bermain gitar" Aku tersenyum.
Sampai dirumahnya, ku stem senar 1 hingga senar 6, Vina begitu khusyuk
melihat jari-jariku menari-nari di stang gitarnya.
"Du, ajarin gue dong, ah lo mah nggak asyik, maen sendirian aja" Vina
merajuk dan terlihat lucu saat kutatap bola mata indahnya.
Dengan sabar kuajari kunci C,A,G,D dan kunci-kunci yang lain yang aku
bisa, kunci-kunci dasar saja.
EMPAT
Menghilang, itulah yang aku rasakan, karena sudah seminggu ini Vina
tidak ke sekolah, sampai Bu Desi menanyai ikhwal ketidakhadiran Vina.
"Du, kamu tahu Vina kemana? Sudah seminggu du, kamu tetangganya kan,
temennya kan? Kemana du? Apa kamu tahu?" Rentetan pertanyaan ibarat
peluru polisi didepanku, aku hanya menggeleng.
"Tidak, bu, biasanya dia suka ngasih kabar ke saya, setiap sore
setelah saya anter dia membeli gitar, dan saya nyamper sekolah Vina
sudah pergi, rumahnya kosong" Aku mengingat waktu itu.
Kasihan Vina temanku ini padahal mendekati Ujian SMA, tapi tak memberi kabar.
LIMA
Kiriman Titipan Kilat (TIKI) dari Pak Pos membuatku terdiam, karena
membawakanku sebuah bungkusan dan dilihat dari bentuknya itu adalah
sebuah gitar.
"Dari siapa pak?" Aku bertanya
"Ini dari Vina Adelia, Cianjur de, ini bukti pengirimannya, silahkan
di tandatangan dulu" Jawab Pak Pos.
Setelah Pak Pos pamit, aku duduk dibelakang pintu sambil kubuka
bungkusan gitar itu, dan ternyata benar isinya adalah gitar, ada
sepucuk surat dari Vina.
"Du, maaf aku gak bisa ngasih kabar ke kamu, juga ke sekolah, maafin
aku ya du, Du, kalo boleh aku jujur aku seneng diajarin maen gitar
sama kamu, bahkan aku sempet mikir pengen jadi yang spesial dihati
kamu, namun Tuhan berkehendak lain du, ketika malam setelah kamu
pergi, Kanker Otakku kambuh lagi, maaf juga kalo aku gak cerita ke
kamu soal penyakit aku, aku cuman bisa pesan ke kamu jaga gitar ini
buat aku, karena aku sayang kamu".
Air mataku menetes, sungguh aku tak bisa menahan air mata ini, tak
lama kemudian telepon rumah berdering.
"Halo, Abdu disini"
"Du, ini ibu nak, ibu mau ngabarin kamu kalo.. kalo.. neng Vina
temenmu dipanggil sama yang Maha Kuasa" Jawab ibunya Vina
Tak lama, Rendi menepuk pundakku. Membuyarkan lamunanku dengan suara cerianya.
"Papa koq nangis?"
No comments:
Post a Comment