RESUME MODUL IPS PPG DALAM JABATAN 2018

RESUME MODUL IPS PPG DALAM JABATAN 2018



RESUME MODUL IPS

Materi 1: Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang lebih familiar disebut IPS, pada studi di negara lain disebut social studies dan social science education, merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan dan mensederhanakan konsep ilmu-ilmu sosial yang tepat dan berguna untuk tujuan pendidikan, diperuntukkan sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan (Sapriya, 2009).
Tujuan pendidikan di sini adalah untuk mengusahakan agar konsep ilmu-ilmu sosial menjadi materi yang dapat disederhanakan (Barr & Shermis, 1977) dan dipahami untuk anak pada tingkat SD/MI, untuk dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian mereka. IPS menggunakan penyederhanaan bahan dan adaptasi serta seleksi dari ilmu-ilmu sosial untuk mempelajari manusia dalam masyarakat, manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, baik pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
National Council for Social Studies (NCSS) yang pada tahun 1921 berdiri sebagai organisasi yang fokus mengembangkan social studies untuk Pendidikan, khususnya tingkat dasar dan menengah, mendefinisikan social studies (Armstrong, 1996) sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political sciences, psycology, religion, and siciology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences.
IPS merupakan bidang kajian yang memadukan sejumlah konsep penting dan tertentu dari ilmu-ilmu sosial, seperti Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Antropologi, Politik, Hukum, Budaya, dan Agama serta ilmu lainnya (Trianto, 2010), kemudian diolah berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan atas dasar kenyataan dan fenomena sosial diwujudkan dengan pendekatan interdisipliner dan terpadu. Pada hakikatnya IPS merupakan penyederhanaan terhadap konsep-konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dijadikan kajian secara sistematis, ilmiah dan pedagogis untuk tujuan pendidikan (Udin S. Winataputra, 2011).
Melalui IPS, siswa diharapkan memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial yang telah disederhanakan, sehingga secara kognitif, afektif, dan psikomotrik dapat membangun kesadaran dan kepekaaan terhadap permasalahan sosial di kehidupannya, sehingga mampu memecahkan persolaan tersebut melalui kajian dan keterampilan yang diperolehnya.
Pada tingkat Pendidikan Dasar, materi yang disajikan dalam mata pelajaran IPS lebih menuntut kepada dimensi pedagogik dan psikologis serta kemampuan berpikir siswa secara holistik untuk menjadikan mereka sebagai warga negara yang baik dan mampu survive dengan kondisi sosial masyarakat serta lingkungannya.
Materi 2: Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Kurikulum di Indonesia
Sejarah perkembangan IPS dapat kita bagi ke dalam tiga fase:
1. Fase Diskursus
Istilah yang digunakan dalam bidang ini adalah social studies yang kemudian istilah tersebut juga digunakan menjadi nama sebuah lembaga yang bernama Committee of Social Studies (CSS) pada tahun 1913. Pada fase ini sekitar tahun 1935, terjadi diskursus para intelektual di Amerika Serikat terkait pertumbuhan dan tantangan agar social studies dapat menjadi suatu disiplin ilmu yang solid. Pada tahun 1940-1950, National Council for The Social Studies (NCSS) memunculkan sikap penekanan terhadap fakta-fakta sejarah dan budaya sebagai bagian hasil diskursus yang terjadi terhadap perlu tidaknya anak remaja bersikap demokratis dan kritis. Pada titik ini, ada dua diskursus tentang social studies, yaitu citizenship education atau social studies education. Diskursus ini terjadi dikarekanan adanya dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda terhadap visi social studies.
Pada rentang tahun 1940 sd 1960an, ada dua gerakan terhadap visi social studies, yang pertama adalah gerakan mengintegrasikan disiplin ilmu-ilmu sosial dan yang ke dua gerakan untuk bertahan pada masingmasing disiplin ilmu sosial. Sekitar tahun 1955 terobosan besar dilakukan oleh Maurice Hunt dan Lawrence Metcalft yang berusaha mengintegrasikan antara citizenship education dan social studies education, dengan membuka sudut pandang baru terhadap hal yang bersifat closed area atau istilah yang masih tabu di masyarakat menjadi open area dalam konteks refleksi rasional dalam upaya agar siswa dapat mengambil sikap dan keputusan terhadap permasalah publik (reflectif thinking & critical thinking).
Pada tahun 1960an, muncul gerakan akademis yang memunculkan istilah the new social studies, diprakarsai oleh sejarawan dan ahli ilmu sosial dalam usaha mengembangkan kurikulum dan bahan ajar yang inovatif dan berskala besar, namun gerakan ini belum berhail sampai tahun 1970an, namun perlu ditekankan, gerakan ini berhasil meningkatkan social studies ke higher level of intellectual pursuit (Barr et al, 1977) yang melahirkan era pembelajaran social science education, walaupun secara substantif belum efektif dalam perubahan sikap siswa, dalam hal ini adalah sikap demokratis.
Pada era pembelajaran social science education, para ahli ilmu sosial dan sejarah banyak terpengaruh pemikiran Jerome Bruner yang mengatakan any subject can be taught effectively in some intellectually honest form to any child at any stage of development (Barr et al, 1977 dalam Udin S. Winataputra, 2011), yang menyatakan bahwa setiap subject (materi) dapat diajarkan pada tingkat usia anak.
Pada akhirnya, mereka bersepakat untuk mengembangkan social studies dengan perspektif dari Jerome Bruner yang meyakini semua teori dapat diajarkan kepada semua tingkatan usia anak. Akan tetapi, pendapat Jerome Bruner dirasa sulit diterapkan di lapangan, walaupun mereka sudah bekerjasama dengan para pendidik dan ahli psikologi dalam mengembangkannya, akan tetapi pada akhirnya pendapat tersebut kembali memunculkan gerakan agar disiplin ilmu sosial diajarkan secara mandiri.
Kemudian konsorsium para ahli ilmu-ilmu sosial yang bernama The Social Science Education Consortium, menghasilkan dan menerbitkan sebuah buku berjudul Concept and Structures in The New Social Studies Curriculum. Mereka para ahli tersebut bersepakat tentang the fundamental concepts and generalizations of a discipline, and the methods, procedures, and models necessary to develop and revise these fundamentals”.
Pendapat tersebut meyakini bahwa struktur disiplin akademis memiliki dua komponen yang menjadi rancangan bahan belajar social studies pada pembelajaran di sekolah, yaitu untuk menguasi konsep dan penggunaan metode inkuiri pada materi sejarah dan ilmu-ilmu sosial untuk menggeneralisasi pengetahuan (Barr, 1977, dalam Udin S. Winataputra, 2011).


Tahun 1994, para Dewan National Council for The Social Studies (NCSS) menerbitkan sebuah dokumen yang bernama Expextations of Excellence: Curriculum Standar for the Social Studies, yang kemudian menjadi dasar perkembangan social studies di USA khususnya sampai sekarang. Dalam dokumen tersebut, dinyatakan bahwa penekanan social studies pada tingkat Pendidikan terhadap keterpaduan knowledge, skills, and attitudes within and across dicipliner, dan pada kelas rendah dibangun berdasarkan tema-tema tertentu.
2. Fase Interaksi
Program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I tahun 1969-1974 tim ahli dalam rumusan Pendidikan Nasional menemukan 5 problem:
a. Kuantitas. Kuantitas yang berarti terkait dengan permasalahan perluasan dan pemerataan kesempatan semua warga untuk mendapatkan akses Pendidikan dan belajar;
b. Kualitas. Kualitas yang berarti permasalahan pada mutu lulusan dan bagaimana meningkatkannya;
c. Relevansi. Relevansi yang berarti adanya keselarasan antara sistem pada Pendidikan dengan kebutuhan pada pembangunan;
d. Efektifitas. Efektifitas yang berarti bagaima sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana, agar kuantitas, kualitas, dan relevansi bisa berjalan dan tercapai;
e. Kaderirasi. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Selain itu, ramainya diskursus terhadap social studies yang terjadi di USA, berimbas kepada munculnya gerakan dan pemikiran para ahli Pendidikan di Indonesia tentang urgensi social studies pada kurikulum Pendidikan di Indonesia. Pada Seminar Nasional di Tawamangu tahun 1972, istilah IPS muncul pertama kali dan menjadi wacana yang menghasilkan beberapa istilah yaitu:
a. Pengetahuan Sosial (Social Science);
b. Studi Sosial (Social Studies);
c. Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science Education).




3. Fase Perkembangan
Fase ini lebih menekankan penerapan mata pelajaran IPS di kurikulum Indonesia dari tahun ke tahun sampai dengan kurikulum 2013 sebagai the new curriculum. Pada tahun 1972-1973, IPS pertama kali diujicobakan pada Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Pada tahun 1975, IPS yang pada awalnya mencakup sejarah dan geografi dirasa tidak efektif dalam membentuk sikap kritis dan sosial siswa, sehingga perlu adanya reduksi mata pelajaran ilmuilmu sosial yang serumpun, dintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPS sehingga menjadi terpadu. Pada kurikulum 1975 secara resmi dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS pada kurikulum Indonesia. Pada kurikulum 1975 konsep Pendidikan IPS menampilkan 4 profil yaitu:
a. Pendidikan IPS Khusus, yaitu Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menggantikan mata pelajaran Kewargaan Negara.
b. Pendidikan IPS terpadu untuk tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
c. Pendidikan IPS untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMA) sebagai konfederasi Sejarah, Geografi, dan Ekonomi Koperasi.
d. Pendidikan IPS untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diajarkan berdasarkan disiplin ilmu-ilmu sosial seperti Sejarah dan Geografi untuk Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Ekonomi dan Sejarah untuk tingkat SMEA/SMK.
Pada kurikulum 1984 sampai dengan kurikulum 2013 IPS secara konseptual tetap pada penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial untuk tujuan paedagogis, dan pada kurikulum terbaru IPS hanya disajikan pada kelas 4
6 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah secara tematik terpadu.

Materi 3: Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Pendidikan IPS bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya sebagai bagian dari masyarakat (Trianto, 2010), dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam upaya berpikir kritis pada setiap keputusan dan kepekaan (Supardi, 2011) terhadap permasalahan sosial yang dihadapi.
Tujuan lain IPS menurut Chapin & Messick (dalam Ichas Lamri, 2006) dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Membina pengetahuan siswa tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan dimasa yang akan datang.
b. Menolong siswa untuk mengembangkan ketrampilan (skill) untuk mencari dan mengolah atau memproses informasi.
c. Menolong siswa untuk mengembangkan nilai atau sikap (value) demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian atau berperan serta dalam kehidupan sosial. Etin Solihatin & Raharjo (2011) menyatakan IPS bertujuan untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar pada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Hasan (dalam Nana Supriatna, 2007) tujuan pembelajaran IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Pengembangan kemampuan intelektual siswa;
b. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa;
c. Serta pengembangan diri siswa sebagai pribadi.
Terkait dalam pembelajaran IPS SD/MI baik kurikulum KTSP dan K13, IPS memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (Sapriya, 2009) sebagai berikut:
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan;
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Selain itu tujuan lain dari pembelajaran IPS tidak lain agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, kemampuan akademik, komitmen dan bertanggung jawab, kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan serta lingkungan, kemampuan memecahkan suatu permasalahan, baik berupa masalah interpersonal maupun masalah personal yang berkaitan dengan kehidupan sosialnya.
Penekanan IPS tertuju pada aspek Pendidikan (Taksonomi) daripada transfer konsep-konsep ilmu sosial, hal ini dikarenakan dalam pembelajaran IPS, siswa diharapkan dapat membangun generalisasi dari berbagai fakta dan konsep-konsep ilmu sosial yang mereka terima sehingga dapat membangun sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang menjadi tujuan dari pembelajaran IPS.
Pendidikan IPS mencoba untuk menghasilkan warga Negara yang baik, reflektif, mampu atau terampil dan peduli. Reflektif adalah dapat berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah berdasarkan sudut pandangnya dan berdasarkan nilai, dan moral yang dibentuk oleh dirinya serta lingkungannya. Terampil dapat diartikan mampu mengambil keputusan dalam memecahkan masalah. Peduli adalah mampu atau peka terhadap kehidupan sosial dan melaksanakan hak serta kewajibannya di masyarakat. Waterwroth, (2007) menyebutkan bahwa tujuan dari social studies (IPS) adalah untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat demokratis, dimana secara tegas ia mengatakan "to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society".
Tujuan mata pelajaran IPS ditetapkan sebagai berikut: 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global (Sapriya, 2009).
Hubungan manusia dan lingkungannya juga menjadi aspek pembahasan dalam pembelajaran IPS. Lingkungan para siswa tumbuh dan bermasyarakat, dengan berbagai problem sosial yang mereka hadapi. Dari problem sosial yang mereka temui dan hadapi, pembelajaran IPS diharapkan membantu mereka mengembangkan keterampilan sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dalam upaya mereka memecahkan masalah, baik masalah yang ada pada lingkup diri sendiri sampai masalah yang kompleks sekalipun dengan difokuskan pemberikan bekal keterampilan memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa (Supardi, 2011).



Materi 4: Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Perpaduan dari konsep ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan, dalam konteks pendidikan Islam maka pengintegrasian dengan nilai-nilai Islam menjadi suatu keharusan;
2. IPS berusaha untuk mengkonversi teori, konsep, dengan fakta atau sebaliknya;
3. IPS menggunakan pendekatan interdisipliner (multidisipliner) dengan pembelajaran terpadu;
4. Model inquiry dan discovery diutamakan untuk membantu peran siswa agar mampu berpikir kritis, rasional, dan analitik;
5. IPS menekankan kepada penghayatan nilai-nilai kemanusiaan;
6. Menggunakan seluruh taksonomi pembelajaran;
7. Berusaha menyajikan sedekat mungkin dengan permasalahan sosial di sekitar kehidupan siswa (Sapriya, 2009);
8. Kompetensi Dasar IPS SD/MI berasal dari struktur keilmuan Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Antroplogi, dan Politik (tidak mengambil bagian dari mata pelajaran PPKn) yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu;
9. Kompentesi Dasar IPS dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses, dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Kemendikbud).



No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

Back To Top